11 Januari 2008

Kota Bandung murung. Sampah menyelimuti seluruh penjuru kota.



Sembilan perempuan belia memperagakan busana. Berjalan satu persatu di
pinggir Jalan Tamansari, kampus Institut Teknologi Bandung, layaknya
model. Dentuman musik techno mengiringi lengak-lengok mereka.

Ada yang janggal dari model-model jejadian itu. Penampilan mereka tak
lepas dari masker penutup hidung berwarna putih. Dan lihatlah busana
yang dikenakannya. Busana mereka terbuat dari kain katun, dipadu
kertas bekas koran, kain pita bekas, juga sobekan-sobekan kain kusam
yang sudah tak layak pakai.

Aksi berlangsung di depan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Taman
Sari. Sampahnya menggunung hingga mencapai lima meter. Air kotoran
sampah berwarna hitam menjalar ke badan jalan. Bau menyengat menusuk
hidung. Dan lalat-lalat bertebaran menyelimuti tumpukan sampah
tersebut.

Perempuan-perempuan berparas ayu itu bertahan dalam kepungan sengatan
bau sampah hingga satu jam. Mereka tak mengeluh ketika, terkadang
melangkah melewati belatung-belatung yang berserakan di badan jalan.
Atau, menginjak kotoran kuda yang masih hijau

TPS Taman Sari mendadak padat. Ratusan warga dan pejalan kaki
menikmati pertunjukan itu. Wartawan ikut-ikutan mengabadikan. Walau
terpaksa menutup hidung mereka untuk mengurangi sengatan bau sampah.

Pertunjukkan diakhiri oleh peragaan busana dari Si Ratu Sampah. Dia
berjalan, juga dengan masker penutup hidung “antivirus”, dalam balutan
gaun putih.

Ini adalah sebuah pergelaran fashion show dengan mengusung “Trash
Culture” – hasil buah garapan eksperimental seni muda-mudi mahasiwa
Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung.

“Sampah bagian dari keseharian saya. Tiap hari pasti lewatin sampah,”
ungkap desainer muda, Rinda Salmun sambil tersenyum. Saat ini, Rinda
Salmun tercatat sebagai mahasiswi seni lukis di sana.

Baginya, sampah adalah inspirasi. Juga perlawanan! Rinda Salmun
melawan persoalan sampah melalui fashion. Maklum saja, Kota Bandung
juga terkenal sebagai salah satu barometer dunia fashion Indonesia.
“Bandung pusat fashion. Fashion juga berarti sikap,” ungkapnya serius.

BANDUNG sedang dirundung malang. Tiga bulan terakhir ini seluruh
penjuru Kota Bandung dipenuhi oleh tumpukan sampah. Sampah menumpuk
dan menjadi pemandangan di setiap perumahan, sekolah, jalan, jembatan,
dan pasar-pasar tradisional. Tidak ada satu pun ruang-ruang publik di
Bandung yang tak terlepas dari sampah. Ratusan roda pengangkut sampah
memanggur sarat sampah.

Tumpukan sampah di Kota Bandung naik drastis. Mula-mula 3.500 …
kemudian 45.000……65.000……850.000 meter kubik!

Kondisi sampah juga sudah membusuk. Ini bukan sekadar omong kosong.
Jika Anda melewati tumpukan sampah tersebut dijamin baunya akan
mencucuk hidung. Melekat. Asam. Sumpah!

Sampah Bandung yang tak terurus ini membuat geram Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY). Maklum saja, orang nomor satu di Republik
Indonesia ini juga sudah menikmati sengatan bau sampah Kota Bandung.

SBY mencium bau tak sedap sampah Kota Bandung saat mengikuti lari
maraton di Lapangan Tegalega, Bandung. Menu tak sedap ini juga
dinikmati oleh menteri-menterinya.

SBY mengultimatum Walikota Bandung, Dada Rosada untuk menyelesaikan
seluruh persoalan sampah segera diatasi. Dan tidak menunggu hingga
warga Kota Bandung terjangkiti berbagai penyakit akibat sampah
tersebut. SBY juga enggan jika persoalan sampah di Kota Bandung ini
menambah permasalahan nasional. Apalagi jika presiden harus terjun
langsung mengatasi tumpukan sampah.

SBY mengutus Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar agar
mengawasi sampah Kota Bandung. SBY mengharuskan Kota Bandung bersih
dari sampah hingga minggu kedua Juni 2006. Tak berlebihan, pernyataan
dari presiden ini juga langsung menyengat telinga seluruh pejabat
Pemerintahan Kota Bandung dan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat.

Sejak seminggu terakhir ini sampah menjadi isu rapat pembahasan
penting. Gubernur Jawa Barat, Danny Setiawan memimpin pembahasan
sampah tersebut. Bahkan, gubernur juga tak jarang mesti turun gunung
ke berbagai daerah di sekitar Kota Bandung untuk melihat langsung
lokasi pilihan tempat pembuangan sampah akhir.

Saking seriusnya, gubernur juga meminta bantuan militer dari Kodam III
Siliwangi untuk mengatasi sampah. Panglima Kodam III Siliwangi, Mayjen
Sriyanto memimpin perang melawan sampah. Ratusan tentara-tentara
Siliwangi dikerahkan menggali dan menimbun ratusan kubik sampah.
Truk-truk milik tentara juga dikerahkan untuk mengangkut sampah itu.

Walikota Bandung, Dada Rosada terus diserang pertanyaan dari wartawan
soal penanganan sampah di Bandung. Dada Rosada juga sering berkelit
dari pertanyaan dari wartawan. Lalu, jika wartawan bertanya soal
pilihan lokasi wilayah tempat pembuangan akhir, jawaban Rosada
biasanya: “No comment.” Dengan sengak.

Belakangan, ibarat menghadapi sebuah perang, Walikota Bandung, Dada
Rosada menyatakan Kota Bandung darurat sampah.

DUA kali Bandung mengalami perkara sampah. Kejadian pertama saat
menjelang Peringatan Konferensi Asia Afrika, April 2005. Puluhan
kepala negara dari kawasan Asia Afrika hampir saja disuguhi
pemandangan sedap sampah.

Pemerintah setempat masih punya rasa malu, rupanya. Sampah-sampah
tersebut diangkut menuju tempat pembuangan sampah akhir milik
Kabupaten Bandung, seperti di Jelekong, Kabupaten Bandung.

Kota Bandung pun disulap dengan warna-warni berbagai jenis bunga.
Ratusan pohon-pohon di tanam di tengah-tengah kota. Kota Bandung sedap
dipandang mata. Namun, ini tak berlangsung lama. Usai Peringatan Asia
Afrika, sampah pun kembali mulai menimbulkan perkara bagi pemerintahan
di situ. Dan persoalan sampah ini tak kunjung selesai hingga saat ini.

Kota Bandung berada di puncak titik kulminasi: Benar-benar darurat sampah.

Di sebuah sudut Sekolah Dasar Negeri Babakan Sentral, Kecamatan
Kiaracondong, Bandung, sampah menggunung. Bau merayap masuk hingga
kelas-kelas. Guru terpaksa mengajar dan bertahan dalam kepungan bau
sampah. Tumpukan sampah hanya berjarak lima meter dari sekolah
tersebut.

Selokan sekolah juga dipenuhi oleh sampah plastik. Air selokan mampet.
Dan sudah berwarna hitam. Kalau hujan tiba, harap dimaklum, air limbah
sampah mengalir deras masuk ke halaman sekolah.

Tumpukan sampah itu tak terurus. Belum lagi dengan masalah lalat.
Semprotan antibakteri dan kapur tak mempan untuk menghilangkan bau
sampah dan lalat-lalat hijau.


Pada gilirannya, sampah menimbulkan masalah lain. Gangguan kesehatan.

Murid-murid sekolah dasar sering pulang awal. Mereka mengatakan pusing
dan mual-mual. Para pengajar gelisah. Kepala Sekolah Tursida, menyuruh
agar seluruh muridnya untuk tak membeli makanan di luar sekolah. “Saya
sudah minta ke walikota untuk menjauhkan TPS dari sekolah. Namun tak
pernah digubris,” ungkap Tursida, yang sehari-harinya mengepalai
Sekolah Dasar Negeri Babakan Sentral. Tursida mengatakan sudah tak
tahan lagi dengan tumpukan sampah tersebut.

Bahkan dirinya sudah tak kuat lagi melewati tumpukan sampah tersebut.
Tiap harinya ia mesti melalui tumpukan tersebut sembari naik becak
untuk mengajar di sekolah itu. Ia merasa dadanya sudah terasa nyeri.
Pusing sudah menyerang sebagian kepalanya.

Kegetiran akibat sampah juga dirasakan oleh warga Kota Bandung
lainnya. Cerita lain datang dari para pedagang di Pasar Tradisional
Cihaurgeulis, Jalan Surapati Kota Bandung. Sedikitnya, 20 pedagang di
sana sudah meliburkan diri.

Lapak-lapak yang biasa digunakan untuk berdagang sayuran,
rempah-rempah, ikan dan daging itu sudah tertimbun oleh tumpukan
sampah. Sampah menggunung hingga ketinggian empat meter lebih. Bau
sudah menyengat. Pedagang mengalami kerugian besar. Mereka juga
memakai masker penutup hidung. Pembeli melarikan diri entah ke mana.

Tidak ada komentar:

Awas ! Roti Berpenyakit

Awas ! Roti Berpenyakit

Sandwich Rasa Lalat.Awas Kek !!!

Sandwich Rasa Lalat.Awas Kek !!!

Lalatnya Barusan Dari Sini !

Lalatnya Barusan Dari Sini !

Nanti Kakek Bisa Kena Penyakit Ini !

Nanti Kakek Bisa Kena Penyakit Ini !